Senin, 08 Maret 2010

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAH LAKU IKAN


Fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode, migrasi musiman serta terdapatnya ikan.  Faktor biotik yaitu faktor flora dan fauna lainnya juga mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan serta berbagai ikan lain yang hidup di laut, menimbulkan kompetisi untuk mencari makan, karena kehidupan serta banyaknya makanan ikan itu sendiripun ditentukan olah faktor lingkungan tersebut.

1.  Temperatur (Suhu)
          Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang penting dan yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan.  Fluktuasi air laut banyak ditentukan dan dipengaruhi oleh iklim, suhu udara, kekuatan arus, kecepatan angin, lintang, maupun keadaan relief dasar laut.
          Ikan akan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,030C.  Fluktuasi suhu dan perubahan geografis ternyata bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan memnentukan pengkonsentrasian serta pengelompokan ikan.
          Setiap perairan mempunyai standar perubahan suhu rata-rata untuk setiap musim tertentu.  Jika suhu pada tempat tersebut lebih tinggi dri standar yang berlaku, atau malah melebihi suhu optimum untuk dilakukan penangkapan, dalam hal demikian ada baiknya untuk mencari daerah penangkapan dengan suhu yang sesuai.  Hal ini dapat dilihat pada ruaya kelompok cakalang yang banyak bergantung kepada kuat atau tidaknya arus panas.  Dengan demikian tinggi atau rendahnya suhu merupakan faktor penting dalam penentuan migrasi jenis ikan tersebut.
          Contoh lain adalah sebagaimana halnya dengan perikanan rawai di Hawai.  Terdapat suatu indikasi bahwa kehadiran cakalang di sana erat hubungannya dengan tinggi suhu.  Jika pada musim panas ternyata suhu lebih tinggi dari biasanya, akan dapat dipastikan bahwa hasil tangkapan akan lebih baik, sedangkan bila suhu ternyata lebih rendah dari pada biasanya, hasil tangkapan hampir dapat dipastikan akan menurun.
          Ikan akan selalu mencari tempat yang sesuai dengan sifat hidupnya.  Biasanya sesuatu jenis ikan mempunyai suhu optimum yang khusus sifatnya.  Dengan melalui pengetahuan tentang suhu optimum bagi sesuatu stok ikan dapat meramalkan daerah konsentrasi ikan.  Kita harus menyadari bahwa pengkonsentrasian makanan ikan itu sendiripun sangat erat hubungannya dengan suhu, disamping berbagai faktor musim dan perubahan suhu tahunan serta berbagai keadaan lainnya akan mempengaruhi penyebaran serta kelimpahan sesuatu daerah penangkapan ikan (fishing ground).  Berdasarkan hasil penelitian yang terus menerus sifatnya, telah diketahui bahwa banyak jenis ikan yang melakukan ruaya ke arah kutub selama musim panas, dan sebaliknya mereka melakukan ruaya ke arah katulistiwa selama musim dingin berlangsung.  Jadi, selain bahwa ruaya itu sendiri dipengaruhi keadaan suhu, secara tidak langsung suhu juga mempengaruhi tersedianya makanan bagi ikan-ikan tersebut.  Hal tersebut tidak hanya berlaku bagi perangsang terjadinya ruaya saja, karena pemijahan, cara makan ikan pun ternyata dipengaruhi oleh faktor suhu ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
          Sejauh ini telah diketahui bahwa salah satu daerah penangkapan yang baik terdapat pada perbatasan atau pertemuan arus panas dengan arus dingin (misalnya arus Kuroshio dan Oyashio), pada daerah tersedianya pembalikan lapisan air (up welling), terjadinya arus pengisian (divergensi).
          Sejalan dengan kedalaman perairan, suhupun cenderung untuk berbeda pula.  Ikan sardin (Sardinela sp) yang banyak tertangkap dengan jaring insang dan pukat cincin tanpa pikatan cahaya pada daerah up welling ternyata mempunyai hubungan yang erat dengan fluktuasi suhu permukaan.  Ikan albakora banyak tertangkap pada isoterm permukaan 140-180C.  Letak kelompok ikan pelagis banyak ditentukan pula oleh susunan suhu secara vertikal, dengan pengertian bahwa ikan pelagis akan berenang sedikit lebih ke sebelah dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari pada biasanya.  Sebagai contoh adalah apa yang biasa dilakukan oleh ikan jenis mackerel yang tidak akan tampak dipermukaan bila suhu permukaan tersebut mulai menjadi panas.  Jenis ikan ini akan menghindari lapisan air yang bersuhu lebih rendah dari 40-50C.

2.  Cahaya
          Cahaya dengan segala aspeknya seperti intensitas, sudut penyebarannya, polarisasi, komposisi spektral, arah, panjang gelombang serta lama penyinaran harian maupun musiman, kesemuanya akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkah laku dan fisiologi ikan.

a.Respon ikan terhadap stimuli cahaya
          Ikan mempunyai respon terhadap rangsangan yang disebabkan oleh cahaya yang besar berkisar antara 0,01 – 0,001 lux sekalipun, dimana hal ini bergantung kemampuan sesuatu jenis ikan untuk beradaptasi.  Menurut penelitian para ahli bahwa suatu lampu yang oleh mata manusia hanya mampu diindera oleh manusia sampai dengan kedalaman sekitar 5 meter saja ternyata mampu memikat ikan sampai dengan kedalaman 28 meter.  Bull (1952) mendapatkan bahwa ikan ternyata mempunyai daya penglihatan yang cukup baik pula untuk membedakan warna.
          Ada jenis ikan yang bersifat phototaxis positif, yaitu bahwa ikan akan bergerak ke arah sumber cahaya karena rasa tertariknya, sebaliknya beberapa jenis ikan mungkin sekali akan bersifat phototaxis negatif, yang memberikan respon dan tindakan yang sebaliknya dengan yang bersifat phototaxis positif tadi.

b. Ruaya secara vertikal harian
          Berdasarkan ruaya secara vertikal harian, Hela and Laevastu (1961) membagi ikan dan ikan laut lainnya atas 6 grup, yaitu :
1)   Jenis ikan pelagis yang muncul sedikit di atas thermoklin pada waktu siang hari.  Jenis ikan ini akan beruaya ke lapisan permukaan pada waktu sore hari, sedangkan pada waktu malam hari mereka akan menyebar pada lapisan antara permukaan dan termoklin.  Kemudian, pada waktu matahari terbit mereka akan menghindar dari lapisan di atas termoklin tersebut.
2)   Jenis ikan pelagis, yang muncul di bawah termoklin pada waktu siang hari, beruaya melalui termoklin ke lapisan permukaan pada waktu sore hari, lalu menyebar pada lapisan antara permukaan dengan dasar perairan selama malam hari, dan sebagian besar dari mereka berada di atas termoklin.  Pada waktu matahari terbit, mereka berada di atas termoklin.  Pada waktu matahari terbit mereka akan mulai turun ke lapisan yang lebih dalam.
3)   Jenis ikan pelagis, yang muncul di bawah termoklin selama sore hari.  Malam hari mereka akan menyabar antara termoklin dan dasar perairan, bahkan mungkin turun ke lapisan yang lebih dalam pada waktu matahari terbit.
4)   Ikan dasar (demersal fish), berada dekat dasar perairan pada waktu siang hari, beruaya dan menyebar di bawah termoklin, terkadang di atas termoklin pada waktu sore hari.  Kemudian, turun ke dasar atau lapisan yang lebih dalam pada waktu matahari terbit.
5)   Jenis-jenis ikan yang menyebar melalui kolom air selama siang hari, sedangkan pada waktu malam hari mereka akan turun ke dasar perairan.
6)   Jenis pelagis, maupun, demersal yang tidak mempunyai migrasi harian yang jelas.
Dengan mengetahui ruaya secara vertikal harian sesuatu jenis ikan, maka waktu untuk melakukan penangkapan dan alat penangkapan dapat ditentukan, selain itu kemungkinan berhasiknya penangkapan dengan bantuan sinar lampu akan lebih besar.

3.  Arus
          Beberapa akibat arus pada sifat atau tingkah laku ikan adalah sebagai berikut :
a)    Arus membawa telur-telur ikan secara bebas dari spawning ground ke nursery ground dan dari nursery ground ke feeding ground.  Setiap gejala di luar kebiaaan ini akan berakibat survival dari pada keturunan di tahun tersebut.
b)   Perpindahan ikan dewasa dipengaruhi oleh arus yang bertindak sebagai alat untuk orientasi.
c)    Tingkah laku diurnal mungkin disebabkan oleh arus terutama disebabkan oleh arus pasang/arus tidal.
d)   Arus, terutama pada pembatasnya mungkin memberikan akibat pada distribusi ikan dewasa, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pengumpulan makanan ikan atau merubah batas-batas lingkungan, misalnya batas-batas temperatur.
e)    Arus mungkin berakibat pada kekayaan lingkungan, karena itu secara tidak langsung menentukan berkembang biaknya spesies-spesies tertentu dan bahkan membatasi distribusi geografiknya.
Pada beberapa penelitian di laboratorium ditemukan bahwa tidak ada reaksi ikan terhadap percepatan dan arah arus.  Penelitian lainnya menemukan bahwa peningkatan arus dan tingkat turbulensinya berakibat pada peningkatan aktifitas ikan trout, sedangkan pada air yang tenang mengakibatkan pengembaraan yang tidak teratur.  Pada air yang sangat dingin, ikan membiarkan dirinya terbawa oleh arus. Ikan pelagis pada saat melakukan aktifitas makan membiarkan dirinya hanyut dalam arus, kemudian orientasi ikan ini dalam kelompoknya dan gerakan-gerakan kelompok itu dapat diatur oleh arus.

4.  Gelombang
          Ikan menghindari lapisan-lapisan atas pada waktu keadaan berat, sudah dikenal oleh nelayan.  Demikian juga perpindahan ikan dari dan menuju pantai, dipengaruhi sedikit banyak oleh gelombang sebagaimana diketemukan oleh kamiura (1958) dan Nakai (1959), yang menunjukkan beberapa spesies lebih peka  terhadap gelombang dan kebisingan-kebisingan laut daripada jenis-jenis yang lainnya.
          Angin ribut atau badai yang  besar biasanya menyebabkan turunnya temperatur permukaan yang mempengaruhi kehadiran ikan.  Di perairan yang dangkal, angin topan/badai menyebabkan turbiditas atau kekeruhan yang tinggi dan membatasi distribusi ke arah pantai daripada beberapa ikan yang tidak bisa bertahan dikondisi perairan yang keruh (Robins, 1957).



5. Salinitas
          Perubahan salinitas pada perairan bebas relatif kecil saja bila dibandingkan dengan yang terjadi di daerah pantai.  Sebagaimana diketahui perairan pantai banyak dimasuki air tawar darimuara-muara sungai, terutama pada waktu banyak turun hujan.  Salinitas erat hubungannya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik antar sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan dengan keadaan salinitas di sekelilingnya.  Selain erat hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik tersebut, maka salinitas juga menentukan daya apung dari telur-telur yang pelagis sifatnya.  Selain itu perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air dan keadaan stabilitasnya.
         
6.  Oksigen (O2)
          Kelarutan oksigen di laut sangat penting artinya dalam mempengaruhi kesetimbangan kimia di air laut dan juga dalam kehidupan organisme di laut.  Oksigen dibutuhkan oleh ikan dan tanaman-tanaman air, termasuk bakteria, untuk respirasi; sedangkan proses fotosintesa oleh tanaman air akan menghasilkan oksigen.  Proses ini merupakan salah satu faktor yang menentukan konsentrasi oksigen; faktor lain adalah pertukaran dengan atmosfer di permukaan laut (air-sea interaction).
Pada keadaan normal di laut, dimana jumlah oksigen yang larut dalam air tidak menjadi suatu faktor yang membatasi distribusi ikan.  Tetapi pada beberapa keadaan, oksigen mungkin akan mempengaruhi tingkah laku daripada ikan.  Johansen dan Frogh (1914) menemukan bahwa, oksigen yang kurang dalam air merupakan faktor penghambat daripada perkembangan telur-telur ikan sebelah.
          Ritiukov (1959) menunjukkan pekerjaan Pirozhnikov, yang menemukan bahwa perpindahan ke pantai secara periodik dari pada muksun (Coregonus muksun) di Teluk Tiski dipengaruhi oleh jumlah oksigen dalam air.

7.  pH                                   
          Kisaran pH  yang baik untuk kehidupan adalah 8,0 – 8,5, sedangkan menurut KLH (1988), dinyatakan bahwa kisaran 6,5 – 8,5 merupakan pH normal untuk kehidupan di laut.

TINGKAH LAKU IKAN



1.  Distribusi Ikan

 1)  Ikan Tuna

Banyak tulisan menghubungkan antara suhu dan tempat penangkapan ikan tuna berdasarkan banyak tulisan tersebut menyebutkan bahwa suhu merupakan faktor utama dalam distribusi ikan.
            Beberapa peneliti yang melakukan penyelidikan tentang hal tersebut pada berbagai lautan di daerah Barat pasifik dan lautan Hindia, sering menjumpai fenomena-fenomena yang sulit untuk menginterpretasikan mengenai suhu.
            Konsep dasar dari hipotesis mereka mengenai distribusi dan migrasi ikan  tuna yang muncul ke permukaan pada lautan di Philipina dari bulan Juni hingga September 1973 menunjukkan adanya kesamaan antara para peneliti. Berdasarkan hasil survay mereka pada posisi 200 - 300 LU, mereka menjumpai beberapa fenomena tertentu yang membingungkan seperti :
a.        Pada 150 LU banyak dijumpai ikan Blue Marlin (Macaira nigricans). Sedangkan ikan Yellowfin Tuna sangat jarang dijumpai.
b.        Antara 150 dan 100 LU jumlah ikan Blue marlin dan Yellowfin Tuna menunjukkan angka yang sama, namun kombinasi penggunaan alat tangkap terhadap ikan-ikan tersebut jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pada bagian Utara pada 150 LU.
c.        Di bagian Selatanpada 100 LU, ikan Yellowfin Tuna merupakan jenis ikan yang paling banyak tertangkap ;  sedangkan ikan Blue Marlin merupakan yang paling sedikit.
Di daerah yang memiliki perbedaan suhu air, menunjukkan variasi hasil tangkapan, terutama pada kedalaman minimal 200 meter.
            Para ahli yang melakukan penelitian mengenai pengaruh aliran dan suhu laut terhadap migrasi ikan dan distribusi ikan tuna membuat kesimpulan untuk mendukung opini bahwa suatu daerah di lautan yang dipengaruhi aliran tertentu merupakan habitat tersendiri bagi ikan tuna secara ekologi.
            Berdasarkan konsep dasar tersebut di atas, yang disertai data mengenai komposisi ukuran, pemijahan, cara makan dan lain-lain dari ikan tuna, maka para ahli membuat hipotesis mengenai distribusi dan migrasi ikan tuna :


a.        Ikan tuna sesuai spesiesnya. Jika spesies tunggal ikan tuna berdistribusi secara luas pada sistem arus yang berbeda, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ukuran komposisi diantara kelompok ikan-ikan tersebut dalam sistem yang berbeda. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ikan memiliki “seleksi area” yang beragam.
b.        Sistem arus yang beragam merupakan habitat tersendiri bagi ikan tuna. Begitu pula dengan daerah penangkapan yang memiliki karakteristik tersendiri.
c.        Secara umum bagian laut yang terpenting terdapat pada bagian tengah lautan di sebelah Timur atau Barat, sehingga daerah penangkapan juga dikonsentrasikan di daerah tersebut.
d.        Migrasi ikan tuna dibagi dalam 2 tipe :  yang pertama mengambil tempat yang lengkap pada sistem arus tunggal; Yang kedua terjadi diantara sistem arus. Pada tipe yang pertama lokasi terjadinya tanpa mengalami perubahan secara ekologi ikan. Hal tersebut dimungkinkan oleh perubahan kuatnya sistem arus.  Sedangkan tipe yang kedua termasuk dalam migrasi yang mengalami respons pada perubahan ekologi ikan.
e.        Migrasi yang berlangsung seiring dengan sistem arus umumnya berlangsung lambat serta memiliki tahapan dan kerap kali menjadi penghambat. Sedangkan yang terjadi sistem arus tampak lebih cepat, dalam skala besar dan sulit diikuti.
f.         Migrasi-migrasi yang terjadi pada sistem arus diduga terjadi pada periode Maret dan September. Akibat gerakan yang berubah tersebut, sehingga karakteristik-karakteristik daerah penangkapan juga mengalami perubahan.
Hipotesis di atas dapat lebih disederhanakan, namun dengan memperhatikan hal-hal berikut :
a.        Arus laut tidak hanya berfungsi sebagai sarana transpor air atau pengatur suhu, namun juga merupakan habitat tersendiri bagi ikan tuna. Hal ini merupakan hipotesis dasar.
b.        Migrasi ikan tuna terbagi menjadi dua tipe. Tipe yang pertama diasumsikan sebagai gerakan yang pasif yang dipengaruhi oleh perubahan kondisi, serta yang lainnya diasumsikan sebagai gerakan yang aktif antara habitat-habitat yang disertai perubahan fisiologi dan kondisi ekologi ikan.
c.        Hipotesis yang ditarik mengenai migrasi diantara habitat-habitat dilakukan pada dua tempat yang sama setiap tahun dengan periode waktu sekitar musim semi dan musim gugur.  Hal tersebut artinya bahwa gerakan ikan tuna ke dalam dan ke luar pada suatu habitat tertentu terjadi selama 2 periode ini.  Hal ini juga artinya pada musim-musim tersebut ikan tuna bebas berenang melalui batas arus.

2) Pemisahan Spesies

            Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, bahwa perubahan habitat ikan tuna sesuai dengan kondisi ekologinya. Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul adalah tidak mungkin apabila pada suatu area hanya ditempati oleh spesies tunggal semata-mata. Oleh karena itu kata “habitat” di sini dapat diasumsikan sebagai :
a.        Suatu daerah dimana hasil tangkapannya banyak dijumpai jenis spesies tertentu, maka dapat dispesifikasikan sebagai habitat suatu spesies.
b.        Suatu daerah dimana spesies yang terpengaruh hanya pada kondisi ekologinya, maka dispesifikasikan sebagai habitat suatu spesies secara ekologi.
            Dari hasil penelitian yang dilakukan secara berseri pada operasi penangkapan dengan long line antara tahun 1951 dan 1954 oleh Murphy dan Shomura dicatat bahwa ikan yellowfin tuna banyak dijumapai disekitar daerah ekuator yakni  pada arus ekuator Selatan.  Sedangkan ikan Big eye tuna banyak dijumpai pada arus akuator yang berlawanan. Dilain pihak mereka juga melakukan pengamatan terhadap keadaan makanan pada habitat dari 2 spesies. Namun mereka menolak kemungkinan yang kedua pada saat mereka menemukan tidak adanya perbedaan pada kandungan isi perut dari kedua spesies tersebut. Akhirnya para peneliti tersebut menghubungkan antara kelimpahan ikan yellowfin tuna pada arus ekuator Selatan dengan produktifitas dasar pada suatu area, dimana telah diketahui lebih tingi daripada perairan ke Utara. Para peneliti menyatakan/mengemukakan sebuah konsep bahwa ikan tuna akan terkumpul pada suatu area yang kaya akan suplai makanan.
            Hubungan antara suplai makanan dan distribusi ikan pada yellowfin tuna di arus ekuator Selatan tidak sama dengan aktifitas big eye tuna (Thunnus obesus) pada arus ekuator yang berlawanan serta arus ekuator Utara “ukuran musim” dari ikan skipjack tuna (7-8 kg) terjadi di perairan Hawaii yang bersambungan dengan arus California, dimana pada saat itu merupakan musim panas.
            Blackburn (1965) mengemukakan hipotesis mengenai 2 hal :
1)       Arus
(a)   Distribusi ikan yellowfin tuna dan big eye tuna pada daerah pusat dan pasifik Barat seperti yang digambarkan oleh Kanimura dan Homma (1962), dan digunakan untuk menguji hipotesis yang seringkali beragam.
(b)  Tidak ada perbedaan utama antara kelimpahan terbesar dari 2 spesies tersebut pada lautan Hindia.
(c)   Pada kasus tertentu dari beberapa literatur diduga penggabungan arus-arus tertentu memberikan keuntungan bagi ikan tuna.
2)       Massa Air
(a)   Ikan yellowfin tuna beruaya dari batas massa air di daerah tropis ke arus Kalifornia akibat meningkatnya suhu.
(b)  Menjelaskan hubungan antara distribusi massa air dan spesies ikan tuna.
            Kawai (1967) mempelajari korelasi antara struktur panas lautan dan distribusi ikan tuna pada daerah tropis di Pasifik dan Lautan Atlantik yang secara umum terdapat pada kedua lautan :
a.        Yellowfin tuna memiliki dua kondisi yang umum sebagai daerah distribusinya.
b.        Suhu permukaan yang tinggi, umumnya lebih tinggi dari 270 C.
c.        Daerah termoklin yang dangkal atau lautan yang dipengaruhi oleh pulau-pulau atau karang.
d.        Albakor.  Daerah penangkapan albakor bersesuaian dengan kondisi daerah perairan yang homogen di daerah sub-tropis.
e.        Big eye tuna. Daerah penangkapannya ditemukan sepanjang front thermal pada bagian permukaan kedalaman.
            Distribusi ikan bluefin tuna terbatas pada arus Kuroshio dan bercabang ke bagian Barat Pasifik Utara. Pada daerah tersebut juga ditemukan beberapa yellowfin tuna, big eye tuna, albacore. Sebagian besar juvenil bluefin tuna terdistribusi pada perairan pantai Amerka Utara yang kemudian berkelompok membentuk habitatnya denga juvenil albacore.
            Pemisahan antara habitat-habitat albacore dan yellowfin tuna lebih jelas dibandingkan antara albacore dan big eye tuna atau yellowfin tuna dan big eye tuna.

2. Bentuk-bentuk Distribusi Ikan
            Ayodhyoa (1979), terjadinya suatu area perairan menjadi suatu fishing ground yang bernilai ekonomis haruslah disertai dengan berbagai syarat utama, antara lain :
q  dapat dipergunakan
q  dapat didekati
q  stok ikan mudah bertumbuh dan bertambah
q  stok ikan diketahui (dimana stok ikan berada dan bilamana).
Aspek distribusi yang dikemukakan di sini akan dapat menjawab permasalahan dalam upaya pencarian fishing ground dan teknik penangkapan, yakni:
a.        Dimana ikan berada pada suatu waktu tertentu atau sebaliknya.
b.        Bilamana ikan itu muncul pada suatu tempat.
c.        Apa yang menyebabkan ikan itu muncul disitu, membentuk school atau menyebar.
d.        Apakah keberadaan ikan menetap atau sementara atau hanya lewat.
e.        Apa saja aktivitas ikan-ikan itu, apakah mencari makan, memijah, dll.
f.         Apa serta bagaimana reaksi ikan terhadap tenaga-tenaga atau faktor-faktor alam yang berada di fishing ground.
g.        Apa serta bagaimana reaksi ikan terhadap rangsangan buatan.
Faktor utama terjadi distribusi – migrasi

                        Ikan                  migrasi              penyebaran



Faktor dalam tubuh                                Faktor luar tubuh

·         Faktor dalam antara lain :                 - mencari makan
- memijah
·         Faktor luar :                                     faktor lingkungan (fisik, kimia)
                        (CASS = Cahaya, Arus, Suhu, Salinitas)
·         Faktor lingkungan berkaitan dengan kemampuan beradaptasi.
·         Salinitas :    Euryhaline (toleransi besar) dan stenohaline (toleransi kecil)
·         Suhu :         Eurythermal (toleransi besar)
            Stenothermal (toleransi kecil)
            Bentuk-bentuk distribusi ikan di daerah penangkapan adalah:
a.     Distribusi terhambur :  individu spesies yang terisolasi dari yang lainnya dan tidak dibatasi oleh sejenis tingkah laku tertentu.
     Terjadi waktu selesai memijah, mencari makan, dan pada waktu ikan bersifat pasif. Banyak ditemukan pada ikan-ikan besar seperti tuna, hiu, cucut.
b.     Distribusi bergerombol :   ikan berada dalam suatu kesatuan yang kompak yang terdiri dari ikan yang berspesies sama, ukuran dan sifat biologisnya sama.
     Terjadi pada ikan-ikan pelagis khususnya ikan-ikan pemakan plankton, kurang ditemukan pada ikan demersal.
c.   Distribusi terakumulasi :  suatu kesatuan kelompok yang terbentuk oleh berbagai hal. Kelompok ini terdiri dari ikan yang berbeda spesies dan ukurannya. Sering terjadi pada suatu periode waktu tertentu.
Bentuk-bentuk distribusi ikan lainnya yang diketahui adalah:
·         Distribusi tersebar : ikan terpisah pada suatu area laut
·         Distribusi lokal         : ikan terkonsentrasi pada beberapa daerah
·         Distribusi tersebar terkelompok : ditemukan pada ikan pelagis pada awal periode makan
·         Distribusi tersebar terhambur : ditemukan pada ikan demersal yang sedang makan
·         Distribusi tersebar terakumulasi :   pada ikan pelagis dan demersal. Pada ikan pelagis terjadi daerah makan atau daerah pemijahan
·         Distribusi lokal terkelompok : pada ikan pelagis yang berada pada pertemuan arus dingin dan arus panas.
·         Distribusi lokal terhambur dan terakumulasi : hampir sama

3.  Ruaya (Migrasi)
            Jenis-jenis ikan seperti salmon, shad, striped bass, trout, akan beruaya dari laut ke sungai disebut “anadromous (anadroma)”, sedangkan beberapa ikan sidat menempuh ruaya sebaliknya dari perairan tawar akan melakukan ruaya ke laut disebut “katadromous(katadroma)”.
            Jenis-jenis seperti cod dan herring yang mendiami laut lepas akan melakukan ruaya ke arah pantai untuk memijah.  Contoh lain dari ruaya yang panjang yang baru ditempuh adalah yang juga dilakukan oleh jenis mamalia laut seperti misalnya ikan paus.  Pada jenis ikan paus biru dijumpai bahwa jenis ini melakukan ruaya dari pantai Amerika Utara yang merupakan tempat dimana mereka ditembak oleh harpoon.

a. Pengaruh Suhu dan Salinitas
            Diduga bahwa ikan melakukan ruaya sepanjang suatu tingkat atau derajat suhu atau salinitas tertentu.  Hal ini mengingat bahwa ikan sangat peka terhadap perubahan suhu dan salinitas yang terjadi.  Dikatakan bahwa ikan hanya dapat menyesuaikan terhadap suhu sampai sekecil 0,030C sedangkan untuk salinitas biasanya sekitar 0,02 per mil (%).
b. Pengaruh Bau
            Alat indera yang sensitif pada beberapa jenis ikan adalah indera penciuman.  Salah satu jenis ikan sidat yang terlatih mampu mendeteksi suatu larutan kimia dengan konsentrasi yang berbeda pada suatu tempat.  Beberapa jenis ikan lainnya mampu untuk membedakan bau air sungai asal mereka dengan air dari beberapa sungai yang berbeda-beda.  Indera pencium inilah yang diperkirakan dapat membantu ikan salmon untuk dapat menemukan kembali sungai asal mereka.
c. Arus
            Arus memegang peranan penting sehubungan dengan penyebaran ikan.  Bila arus mengalir secara teratur, berarti ikan dapat hanyut terbawa arus tersebut secara pasif atau ada yang justru berenang secara aktif melawan arus, bahkan mungkin mereka bergerak dalam kombinasi dari keduanya.
d. Masaknya Gonad
            Ada pendapat yang memberikan dugaan bahwa ruaya untuk melakukan pemijahan disebabkan masaknya gonad.

4.  Aktifitas Renang
            Penelitian pada jenis-jenis ikan ekonomis penting yang sering melakukan ruaya pada siang hari dan beristirahat pada malam hari dan pengetahuan yang diberikan kepada kita bahwa aktifitas renang ikan akan bervariasi sesuai dengan jenis, situasi dan kondisi tertentu.
  
5.  Aktifitas Makan
            Dapat dibedakan atas “food habits”, yaitu makanan yang biasa dimakan sedangkan “feeding habits”, yaitu cara makan ikan.  Yang pertama mencakup macam dan jumlah makanan yang dimakan ikan, sedangkan yang kedua mancakup waktu, tempat dan cara makanan tersebut diperoleh oleh sesuatu jenis ikan.
            Pengetahuan sehubungan dengan berbagai jenis makanan yang biasa dimakan ini juga berguna bagi berbagaiusaha penangkapan ikan terutama jenis-jenis ikan ekonomis penting, mengetahui kedalaman renang sesuatu jenis ikan manakala mereka mencari makanan.

6.  Kebiasaan Pengelompokan Diri Pada Ikan
            Pengetahuan mengenai bergabungnya ikan-ikan kedalam suatu kelompok atau “school” merupakan hal yang penting bagi perkembangan usaha-usaha perikanan yang komersil.  Radakov (1969) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai kebiasaan berkelompok atau “schooling behaviour” erat hubungannya dengan peningkatan kemampuan penangkapan dari sesuatu jenis alat tangkap dan perkembangan efisiensi dari sesuatu metode penangkapan.