Sabtu, 30 Januari 2010

PELABUHAN PERIKANAN

Indonesia memiliki pelabuhan perikanan yang tersebar di seluruh penjuru tanah air sebagai salah satu elemen penting dan strategis dalam pengembangan sub-sektor perikanan tangkap. Fungsi pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pelayanan masyarakat dalam kaitannya dengan:

• Tambat labuh kapal perikanan;
• Pendaratan ikan;
• Pemasaran dan distribusi ikan;
• Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;
• Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;
• Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
• Memperlancar kegiatan operasional perikanan; dan
• Pelaksanaan kesyahbandaran.

Di samping itu, pelabuhan perikanan juga mengemban fungsi integrasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan tangkap, yaitu sebagai:
• Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;
• Tempat pendukung kegiatan budidaya laut;
• Pelayanan informasi dan iptek; serta
• Pelayanan bisnis perikanan dan jasa kelautan.
Dalam fungsinya sebagai tempat pelayanan masyarakat, setiap pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok digunakan untuk menjamin keselamatan umum, di antaranya fasilitas pelindung (pemecah gelombang, turap, groin); fasilitas tambat (dermaga); fasilitas perairan (kolam dan alur pelayaran); fasilitas penghubung (jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan); dan fasilitas lahan (lahan pelabuhan perikanan). Fasilitas fungsional secara langsung dimanfaatkan untuk keperluan sendiri maupun diusahakan lebih lanjut, di antaranya fasilitas pemasaran hasil perikanan (TPI, pasar ikan); fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi (telepon, internet, radio SSB, rambu-rambu, lampu suar, menara pengawas); fasilitas suplai air bersih, es, listrik dan bahan bakar; fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan (dok, bengkel dan tempat perbaikan jaring); fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan (transit, laboratorium pembinaan mutu); fasilitas perkantoran (Kantor Administrasi Pelabuhan dan kantor swasta lainnya); fasilitas transportasi (alat angkut ikan dan es); fasilitas pengolahan limbah (IPAL). Sedangkan fasilitas penunjang secara tidak langsung ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat, di antaranya fasilitas pembinaan nelayan (Balai Pertemuan Nelayan); fasilitas pengelola pelabuhan (mess operator, pos jaga, pos pelayanan terpadu); fasilitas sosial dan umum (tempat penginapan nelayan, tempat peribadatan, MCK, wisma tamu, kios); fasilitas kios IPTEK; penyelenggaraan fungsi pemerintah (keselamatan pelayaran, K3, bea & cukai, keimigrasian, pengawas perikanan, kesehatan masyarakat, karantina ikan). Berdasarkan luas wilayah cakupan, sarana dan prasarana yang dimiliki, frekuensi dan volume ikan yang didaratkan serta luasan pelayanannya,pelabuhan perikanan dibagi dalam beberapa kelas.

Pelabuhan Perikanan Samudera
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dikenal juga sebagai sebagai pelabuhan perikanan tipe A atau kelas I. Pelabuhan ini dirancang terutama untuk melayani kapal perikanan yg melakukan kegiatan penangkapan di laut teritorial, ZEEI dan laut lepas. PPS memiliki fasilitas tambat-labuh untuk kapal perikanan berukuran >60 GT, dengan panjang dermaga ≥300 m dan kedalaman kolam ≥3 m. Pelabuhan tersebut dapat menampung 100 kapal atau 6.000 GT sekaligus, dengan jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 ton/tahun. PPS juga memberikan pelayanan untuk ekspor. Selain itu tersedia pula tanah untuk industri perikanan. Secara keseluruhan, di Indonesia hanya terdapat 6 PPS, yaitu PPS Belawan, PPS Bitung, PPS Bungus, PPS Cilacap, PPS Jakarta dan PPS Kendari.

Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang terutama untuk melayani kapal perikanan berukuran 15-16 GT dengan kapasitas 75 kapal atau 2.250 GT sekaligus. Dengan panjang dermaga ≥150 m, kedalaman kolam ≥2 m dan fasilitas tambat-labuh untuk kapal berukuran ≥30 GT, pelabuhan tersebut juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan ZEEI dan perairan nasional. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40-50 ton/hari atau 8.000-15.000 ton/tahun. Di sini juga dituntut adanya lahan untuk industri perikanan. Di seluruh Indonesia terdapat 13 PPN, yaitu PPN Ambon, PPN Brondong, PPN Kejawanan, PPN Pelabuhan Ratu, PPN Pekalongan, PPN Pemangkat, PPN Pengambengan, PPN Prigi, PPN Sibolga, PPN Sungai Liat, PPN Tanjung Pandan, PPN Ternate dan PPN Tual.

Pelabuhan Perikanan Pantai
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) disebut juga pelabuhan perikanan tipe C atau kelas III. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial. PPN memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan ≥10 GT, dengan panjang dermaga ≥100 m, kedalaman kolam ≥2 m, dan mampu menampung 50 kapal atau 500 GT sekaligus. Pelabuhan ini juga melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pantai. Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 15-20 ton/hari atau 4.000 ton/tahun. PPP telah dibangun di 46 lokasi di seluruh Indonesia. Termasuk di dalam kategori ini di antaranya adalah BPPPP Mayangan dan 45 pelabuhan perikanan pantai lainnya.


Pangkalan Pendaratan Ikan
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) – yang saat ini jumlahnya 901 buah dan tersebar merata di seluruh Indonesia – adalah pelabuhan kecil yang umumnya dikelola oleh pemerintah daerah. Sifat dari pangkalan ini antara lain:

1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan;
2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan ≥3 GT;
3. Panjang dermaga ≥50 m, dengan kedalaman kolam -2 m;
4. Mampu menampung 20 kapal perikanan atau 60 GT sekaligus.

Pengembangan Pelabuhan Perikanan
Hingga tahun 2008 telah dibangun 966 pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan, yang terdiri dari 6 PPS, 13 PPN, 45 PPP dan 901 PPI. Sebagian besar pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan dibangun di Indonesia Bagian Barat sebanyak 673 (69,67%), Indonesia Bagian Tengah sebanyak 208 (21,53%) dan sebagian kecil di Indonesia Bagian Timur sebanyak 85 buah (8,8%). Dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km dan besarnya potensi sumber daya ikan yang dimiliki, idealnya Indonesia membutuhkan tidak kurang dari 3.000 pelabuhan perikanan, atau setiap 30 km terdapat satu pelabuhan perikanan/ pangkalan pendaratan ikan. Dengan rasio ideal tersebut, setidaknya Indonesia mendekati Jepang yang memiliki rasio satu pelabuhan perikanan setiap 11 km, atau melebihi Thailand yang memiliki rasio satu pelabuhan perikanan setiap 50 km. Namun pemerintah terkendala oleh keterbatasan anggaran untuk membiayai pembangunan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Karena itu, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mendorong sektor swasta untuk berpatisipasi dalam pembangunan pelabuhan perikanan. Walhasil, pada pertengahan tahun 2008 telah beroperasi dua pelabuhan perikanan swasta, yaitu Barelang dan Telaga Punggur. Pelabuhan perikanan juga menyediakan BBM untuk keperluan para nelayan. Subsidi yang selama ini diberikan tetap dipertahankan. Dengan jatah 25 kilo liter saat ini, kebutuhan nelayan kecil sudah tercukupi. Bagi nelayan besar, kekurangannya harus dipenuhi sendiri dengan harga industri. Aktivitas pengolahan secara modern maupun tradisional di pelabuhan perikanan dilakukan untuk menghasilkan nilai tambah produk dan sekaligus mencegah ikan menjadi rusak/busuk. Sedangkan aktivitas pemasaran dilakukan dengan mengumpulkan hasil tangkapan dari berbagai tempat untuk selanjutnya didistribusikan ke pasar-pasar. Pelabuhan perikanan juga memfasilitasi ekspor ikan bernilai ekonomi tinggi ke sejumlah negara. Di samping kegiatan produksi dan kegiatan hilir lainnya, kegiatan pelabuhan perikanan juga menyangkut penawaran dan pengadaan input (kegiatan hulu). Pelabuhan perikanan menyediakan factor masukan yang diperlukan oleh nelayan, termasuk kapal penangkap ikan beserta peralatannya, umpan, dan bahan-bahan lain untuk kegiatan penangkapan ikan. Pengembangan pelabuhan perikanan beserta fasilitas pendukungnya merupakan aktivitas hulu dalam produksi perikanan. Untuk mendukung dan membuat industri perikanan lebih menguntungkan, kegiatan hulu dan hilir harus dipadukan. Produksi perikanan tangkap sebagian besar dipasarkan di dalam negeri dalam bentuk produk segar dan olahan, sedangkan sebagian lagi diekspor. Pemasaran hasil perikanan tangkap meliputi ikan segar, ikan beku, ikan kering/asin, ikan pindang, ikan asap, dan ikan hasil olahan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal dilakukan pemasaran antar-kabupaten, sedangkan untuk kebutuhan luar daerah dilakukan pemasaran antar-provinsi. Kondisi pasar ikan perlu disempurnakan sebagai suatu tempat perdagangan yang layak, antara lain dalam hal kebersihan dan kesehatan, serta dilengkapi dengan unit pendingin dan pabrik es. Pengembangan model pasar ikan modern dan igienis di pelabuhan perikanan dapat memberikan nilai tambah, sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dengan memberdayakan fasilitas yang ada, seperti kolam pemancingan dan taman bermain, diharapkan nilai tambah akan semakin meningkat. Nilai tambah tersebut, yang sebelumnya dinikmati pedagang perantara, akan bisa dirasakan sendiri oleh nelayan. Sudah ada beberapa lokasi yang akan dikembangkan menjadi pasar higienis. Keberadaan pelabuhan perikanan juga memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, terutama untuk masyarakat sekitar, sehingga sangat membantu pencapaian program Pro Poor, Pro Job dan Pro Growth. Pada tahun 2007, di 813 pelabuhan perikanan yang telah dibangun, uang beredar mencapai Rp 9,6 triliun/ tahun, dan serapan tenaga kerja sekitar 175.000 orang. Banyak investasi yang ditanamkan di sana, seperti pembangunan industri pengolahan. Jumlahnya mencapai sekitar 360 perusahaan. Dalam pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan, peran serta dan dukungan pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) sangat diperlukan, di antaranya dalam hal:
• Studi dan detail desain/review;
• Penyiapan lahan;
• Peraturan Daerah tentang RUTR pengembangan pelabuhan perikanan;
• Dukungan prasarana wilayah (jalan akses, air bersih, dan lain-lain);
• Sharing pendanaan pembangunan;
• Pembentukan manajemen unit untuk pengelolaan pelabuhan perikanan;
• Pengalokasian dana operasional dan pemeliharaan;
• Perizinan usaha yang kondusif;
• Harmonisasi tata hubungan kerja di lingkungan pelabuhan perikanan; dan
• Dukungan lintas sektoral lainnya.

Dalam tahun 2009 telah direncanakan penetapan 25 lokasi prioritas pembangunan pelabuhan perikanan UPT Daerah, yaitu Labuan Haji (NAD), Nipah Panjang (Jambi), Pulau Baai (Bengkulu), Bengkunat (Lampung), Labuan (Banten), Cikidang (Jawa Barat), Tasik Agung dan Tegal Sari (Jawa Tengah), Glagah (DIY), Mayangan dan Pondok Dadap (Jawa Timur), Teluk Awang (NTB), Oeba (NTT), Kuala Mempawah (Kalimantan Barat), Batanjung (Kalimantan tengah), Sei Lili (Kalimantan Timur), Amurang dan Dagho (Sulawesi Utara), Kwandang (Gorontalo), Donggala (Sulwesi Tengah), Untia (Sulawesi Selatan), Pasar Wajo (Sulwesi Tenggara), Merauke (Papua), Tanjung Balai Karimun (Riau Kepulauan), dan Lantora (Sumatera Barat).

Pelabuhan Perikanan Lingkar Luar
Terkait dengan kedaulatan dan harga diri bangsa, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu pemberdayaan pulau-pulau kecil (PPK) terluar dan pemberantasan IUU fishing. PPK terluar tidak hanya berkenaan dengan nilai ekonomi suatu pulau, akan tetapi lebih dari itu, mengenai kedaulatan negara, karena merupakan titik garis pangkal batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan dan menciptakan pusat pertumbuhan baru di wilayah lingkar luar Indonesia, saat ini sedang dikembangkan 25 Pelabuhan Perikanan Lingkar Luar. Di bagian paling utara ada Nunukan. Di bagian paling selatan ada Pengambengan di Bali. Sedangkan di bagian ujung barat ada Lampulo. Pelabuhan-pelabuhan perikanan tersebut diproyeksikan akan memberikan manfaat ekonomi langsung sekitar Rp 4 triliun/tahun dan menekan aktivitas IUU fishing sebesar 35%, sehingga dapat memberikan manfaat tidak langsung sebesar Rp 1,02 triliun/ tahun. Pelabuhan Perikanan Lingkar Luar akan melayani kapal-kapal yang beroperasi baik di ZEEI maupun di laut lepas sehingga dekat dengan tempat pendaratan ikan. Ekspor perikanan juga dapat berbasis pada pelabuhan di titik-titik terluar tersebut.

Penanggulangan IUU Fishing
Di samping sebagai tempat berlindung ketika cuaca di laut sedang tidak bersababat, salah satu peran pelabuhan perikanan adalah untuk penanggulangan IUU fishing. Pemerintah telah menetapkan 5 pelabuhan perikanan – PPS Kendari, PPS Jakarta, PPS Bungus, PPN Bitung dan Pelabuhan Benoa – untuk melaksanakan program Port State Measures (PSM). Setiap kapal yang teridentifikasi melakukan IUU fishing tidak akan diperkenankan menggunakan fasilitas pelabuhan perikanan. Secara internasional, penyiapan pelabuhan-pelabuhan perikanan untuk menangkal IUU fishing telah dibahas di Bangkok oleh negara-negara yang tergabung dalam Komisi Perikanan Asia-Pasifik (APFIC). Ada pula pertemuan di Roma yang dikoordinasikan oleh Badan Pangan Dunia, yang membahas kesepakatan untuk langkah-langkah yang diperlukan. Kelima lokasi tersebut sangat strategis dan menjadi perintis. Pelabuhan Bitung yang menghadap ke Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik serta berbatasan dengan Filipina, misalnya, disiapkan untuk menangkal kegiatan IUU fishing dari arah tersebut. PSM di Jakarta ditetapkan dengan pertimbangan karena Jakarta merupakan pusat kegiatan nasional. Sedangkan penetapan Pelabuhan Benoa sebagai PSM karena pelabuhan perikanan tersebut menghadap ke Samudera Hindia, sehingga strategis untuk menangkap pelaku IUU fishing.

…….Dari uraian tersebut ada persoalan yang perlu dikaji lebih mendalam oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah….Apakah pembangunan Pelabuhan perikanan Indonesia sebanyak 966 unit terdiri dari berbagai kategori tersebut telah memberikan manfaat secara baik bagi nelayan ataukah hanya memenuhi kebutuhan pembangunan yang dicapai, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk sementara pembangunan pelabuhan perikanan masih jauh dari harapan, dimana fungsi pelabuhan perikanan belum berjalan sebagaimana mestinya, bahkan sebagiannya lagi hanya dijadikan perisai pembangunan sector perikanan yang memberikan keuntungan sesaat bagi segelintir orang………………

Rabu, 27 Januari 2010

KERAMBA JARING APUNG

bX-rzhfst

Indonesia sebagai Negara kepualauan yang mempunyai garis pantai kurang lebih 81.000 km dengan luas perairan pantai 5,8 juta km2 merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan budidaya laut. Kondisi  seperti ini merupakan modal untuk pengembangan perekonomian, khususnya bagi sub sector perikanan. Selama ini pemanfaatan sumber daya perikanan laut sebagian besar masih terbatas psda usaha penangkapan atau pengumpulan dari alam. Usaha yang sepenuhnya mengantungkan kepada hasil penangkapan atau pengumpulan dari alam tersebut akan membawa pengaruh terhadap kontinuitas produksi. Kegiatan penangkapan atau pengumpulan hasil laut yang tidak bijaksana atau penangkapan lebih (Over Fishing) dapat berakibat menurunnya populasi dan kelestarian sumber itu sendiri.
Meskipun beberapa sumber hayati laut mempunyai sifat dapat pulih kembali (renewable). Oleh sebab itu upaya peningkatan produksi melalui pemanfaatan sumber daya laut, tidak hanya dilakukan melalui usaha penangkapan tetapi juga perlu dikembangkan melalui usaha budidaya. Salah satunya adalah budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung.
Kegiatan budidaya merupakan kegiatan perikanan yang bersifat dapat memilih tempat yang sesuai dan memilih metode yang tepat serta komoditas yang diperlukan, sehingga dengan sifatnya yang luwes ini maka pendistribusian produk dapat disesuaikan dengan permintaan yang ada ataupun pemanfaatannya. Kegiatan budidaya laut makin mendapatkan perhatian karena dari kegiatan penangkapan tidak lagi dapat diandalkan untuk memenuhi permintaan pasar yang membutuhkan pasok semakin besar dan menginginkan standar kualitas yang lebih pasti.
Meningkatnya kemakmuran dunia juga menuntut adanya variasi baru dari makanan laut, sehingga budaya untuk membeli hasil laut yang segar bahkan dalam keadaan hidup semakin besar. Oleh karena itu selama PJPT I strukuktur produksi perikanan nasional mulai bergeser dari kegiatan penangkapan kearah budidaya.
Produksi ikan melalui usaha budidaya dimulai sejak tahun 1960, namun penerapan kolam dan keramba jaring apung sebgai sarana produksi untuk tujuan komersil baru dimulai pada tahun 1970 (Parker dan Brousard,1997). Selanjutnya usaha budidaya ikan laut di Indonesia pertama kali dirintis oleh nelayan Kepulauan Riau pada tahun 1978 yakni dengan sistem karamba taneap (pen cage culture) dengan pasaran pasar Singapura, sedangkan komoditas yang dibudidayakan adalah ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus Tauvina). Usaha budidaya ikan laut terus berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar baik domestik maupun internasional. Untuk memenuhi  permintaan konsumen yang terus meningkat, beberapa pengusaha petani ikan di Kepulauan Seribu, karimun jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat telah melakukan budidaya ikan laut terutama dari jenis ikan Kerapu, Kakap Merah, Baronang dan Ikan Lemak/Siomay atau lebih dikenal dengan “Napoleon Fish”.
Budidaya laut yang juga dikenal sebagai Marine Aquaculture atau Mariculture, secara lebih luas juga disebut Sea Farming, terdiri dari beberapa kegiatan pemeliharaan berbagai species organisme laut secara terkendali, disimak dari tingkat pengendalian pada budidaya laut dikenal teknologi pameliharaan intensif, semi intensif, dan ekstensif. Kata keramba jaring apung (kejapung) bisa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan terbuat dari jaring yang di bentuk segi empat atau silindris adan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu, atau besi, serta sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha pemeliharaan ikan dalam kejapung relative tenang, terhindar dari badai dan mudah dijangkau. Ikan yang dipelihara bervariasi mulai dari berbagai jenis kakap, sampai baronang, bahkan tebster. Keberhasilan teknologi keramba jaring apung atau KJA (Floating net cage) membuka peluang untuk budidaya perikanan laut (mariculture). KJA ini juga merupakan proses yang luwes untuk mengubah nelayan kecil tradisional menjadi pengusaha agribisnis perikanan.
Nelayan kecil yang setiap hari berusaha menangkap beberapa kilogram ikan secara untung-untungan, dapat mengubah nasibnya dengan memiliki KJA.
Peluang usaha KJA ini tidak saja bermanfaat untuk pengusaha perikanan besar, tetapi juga sangat strategis untuk pengusaha perikanan kecil, sebab selain murah juga mudah dalam pengelolaanya. Keramba jaring apung dapat dibangun dengan cepat, serta dapat dipindahkan apabila ternyata perairannya sudah tidak cocok lagi untuk diusahakan. Teknologi KJA  jauh lebih mudah untuk dikuasi oleh nelayan dari pada teknologi permesinan pada perahu bermotor atau alat-alat pendingan. KJA selain memberikan kepastian hasil produksi, juga meningkatkan posisi tawar menawar yang lebih baik karena tidak perlu lagi tergesa-gesa menjualnya. Ikannya dapat terus disimpan dan dipelihara didalam KJA sampai mendapat harga yang baik.


Gambaran umum keramba jaring apung
Keramba jarring apung merupakan salah satu metode pemeliharan ikan dalam kurungan yang terdiri atas 4 pola dasar pemeliharan ikan, yaitu :
1        Kurung tancap ; bentuk kurungan ikan yang peletakannya menggunakan tiang-tiang pancang yang ditancapkan ke dasar perairan.
2        Kurungan terendam ; bentuk kurungan ikan yang secara keseluruhan terendam didalam air dan bergantung kepada pelampung / rangka apung.
3        Kurungan lepas dasar ; biasanya terbuat dari kotak kayu / bambu dan diletakan pada dasar air yang beraliran deras, dan diberi pemberat / jangkar.
4        Keramba jarring apung ; jaring kurung apung ini terikat pada suatu rangka dengan disukung oleh pengapung-pengapung.
Keramba jarring apung merupakan bentuk /sistem kurungan yang banyak sekali di pakai dan bentuk serta ukurannya bervariasi sesuai dengan tujuan penggunaannya, (Beveridge 1987, Christensen, 1989) dikarenakan sistem keramba ini memiliki nilai yang ekonomis (murah) dan merupakan cara yang sangat baik untuk menyimpan berbagai organisme air, maka banyak sekali kegunaannya yaitu :
-       Sebagai sarana penyimpanan sementara
-       Sebagai tempat pemeliharaan pembesaran ikan - ikan konsumsi
-       Tempat penyimpanan dan transportasi ikan umpan
-       Wadah organisme air untuk memonitor kualitas lingkungan
-       Sarana pemeliharaan untuk tujuan “ Re – Stocking “
Sejauh ini keramba jarring apung merupakan yang paling baik untuk budidaya ikan secara intensif dibandingkan cara lain seperti kurung tancap (Pens), Tambak (pond), kolam (tank), ataupun kolam arus, ditinjau dari segi- segi ;

Teknologi yang diperlukan untuk konstruksi
-       Pengelolaan mudah diterapkan
Tingkat kualitas ikan peliharaan
-   Pemanfaatan sumber daya maupun nilai ekonomisnya

Konstruksi Keramba Jaring Apung
Konstruksi yang dibahas mencakup wadah pemeliharaan dalam bentuk keramba jaring apung. Bahan, rancangan, tata letak, harus diperhitungkan untuk keamanan dan kemudahan kerja, perpanjangan umum keramba jaring apung, dan optimasi produksi. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari jaring kurung-kurung (cages), keramba atau rakit (frame), dan pengapung (flotter), dan bahan yang diperlukan juga dapat bervariasi.
Dalam pembuatan keramba jaring apung banyak faktor yang perlu menjadi perhatian seperti kondisi lingkungan, metode pemeliharaan, ketersediaan pakan, jenis ikan, pembiayaan maupun tenaga terampil dilokasi (Beveridge 1987, Christensen, 1989). Disamping itu bahan yang diperlukan untuk suatu konstruksi keramba jaring apung sebaiknya memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut :
-       Kuat, ringan, tidak mudah lapuk / keropos / karatan
-       Mempunyai ketahanan terhadap organisme penggangu
-       Mudah kerjakan dan diperbaiki
-       Tidak merupaan hambatan, lentur dan tidak melukai ikan
-       Murah ( dan mudah didapat )
a.         Jaring kurung
       Bahan utama untuk pembuatan kurung-kurung adalah jaring ( netting). Jaring yang digunakan sebaiknya yang tanpa simpul serta tahan terhadap sinar matahari. Jenis-jenis serat sintetis yang banyak digunakan sebagai bahan jaring adalah polymide (PA), Polyester (PES), maupun Polyethylene (PE). Kantong atau kurung-kurung berfungsi untuk menyimpan / menampung ikan dan tidak menghambat pertukaran air. Bentuk kurung-kurung keramba jaring apung umumnya berbentuk bujur sangkar / kubus.
b.         Kerangka rakit
       Untuk penopang atau tempat bergantung dari kantong/ kurung –kurung dupoerlukan suatu kerangka rakit dengan bentuk khusus yang dilengkapi dengan sarana pengapung, disamping itu juga berfungsi sebagai lantai kerja, penyiompanan barang dan saran kerja. Secara umum kerangka rakit merupakan rangkaian dari tiang / batang yang diikat satu sama lain menjadi bentuk yang diinginkan dalam penentuan bentuk konstruksi harus diperhitungkan dari kondisi fisik perairan terutama tinggi gelombang atau ombak, dimana konstruksi rakit harus mampu bertahan dan meredamnya untuk keamanan dan kenyamanan aktivitas pemeliharaan biota laut. Bahan untuk pembuatan cukup bervariasi, mulai dari bambu, tiang, balok kayu, besi, maupun batang-batang plastik PVC. 
c.         Sarana pengapung
Pelampung sebagai sarana pengapung merupakan salah satu peralatan yang penting pada satu sisitem keramba jaring apung. Cukup banyak pilihan bahan yang dapat digunakan sebagai pelampung, yaitu : drum besi, drum plastic, blok Sterofoam, kayu gelondong, bambu, maupun tangki fiberglass, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dalam hal daya terpakai, daya apung, daya tahan maupun nilai ekonomisnya.

Pengelompokan Dan Penyambungan Keramba Jaring Apung
Dalam suatu unit usaha budidaya keramba jaring, pengelompokan serta cara penyambungan tiap unit jaring apung tergantung atau dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
Ø  Skala usaha budidaya
Ø  Ukuran dan bentuk unit rakit keramba jaring apung
Ø  Kondisi perairan lokasi budidaya
Ø  Sistem penambat / jangkar
Ø  Pertimbangan kondisi lingkungan
Pada usaha skala kecil hal ini tidak begitu penting, tetapi pada unit usaha budidaya dengan skala besar, masalah pengelompokan dan penyambungan penting terutama dalam perencanaan masa produksi ( panen ) serta menjaga agar kualitas perairan tetap dalam keadaan optimal. Pengelompokan dan tata letak juga akan menetukan pasok air bersih secara merata pada setiap unit kurungan, hal ini dapat diupayakan dengan penempatan setiap unit keramba jaring apung tegak lurus arah arus yang dominan. Jumlah baris dari unit keramba jaring apung tegak lurus arah arus dominan sebaiknya tidak lebih dari sepuluh.
Pengaruh arus, gelombang, dan pasang surut terhadap tata letak rangkaian unit keramba jaring apung dapat dikurangi dengan pengaturan sistem tambat atau penjangkaran yang benar. Kebutuhan tipe penambatan ditentukan oleh jenis kurung-kurung yang digunakan, pola konstruksi rakit yang dipakai serta sifat dan kondisi perairan dari lokasi.
Secara umum unit keramba jaring apung akan mengalami dua jenis tekanan yaitu tekanan dinamis horizontal maupun tekanan statis vertical. Tekanan  dinamis horizontal merupakan kumulasi tekanan-tekanan yang disebabkan oleh arus pada dinding jaring maupun rakit, pengaruh tiupan angina pada unit keramba yang berada diatas permukaan air, serta tekanan yang berasal dari hempasan ombak, sedangkan tekanan statis vertical lebih banyak disebabkan oleh beban keramba yang turun naik kerena gelombang.

Jenis-Jenis Ikan Yang Dipelihara Dalam KJA
Komoditas yang dapat dipelihara dalam keramba jaring apung terutama berbagai spesies ikan Kerapu seperti Kerapu Lumpur, Kerapu Macan, Kerapu Sunu, Kerapu Tikus, dan Kerapu Lemak, serta beberapa spesies lain seperti Beronang (Siganus Spp), Lobster (Panulirus Spp), Kakap Merah (Lutjanus Spp), Kakap Putih ( Later Calcalifer), Bandeng (Chanos-Chanos) dan Nila Merah.


 Prospek Budidaya Dalam Keramba Jaring Apung
Permintaan dunia akan ikan berdaging putih (white meat ) mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Hal ini menjadi dasar pemikiran dalam upaya pengembangan budidaya perikanan. Menurut beberapa peneliti, perhitungan ekonomi KJA adalah usaha agribisnis yang menguntungkan. Penerapan keramba jaring apung mini investasinya tidak terlalu besar sehingga diharapkan mampu dipraktekkan oleh petani dan pengusaha kecil. (Anggawati, 1991, Krismono, 1991 dan Nikijuluw et al, 1991 )
Meskipun demikian pengembangan KJA masih menghadapi masalah antara lain :
1).    pemilihan lokasi budidaya yang setidaknya dapat berjalan sepenjang tahun, bebas dari pengaruh gelombang besar, sehingga menjamin penggunan keramba jaring apung secara optimal
2).    Ketersediaan benih sampai saat ini masih mengandalkan dari alam dan sedikit jumlahnya karena sangat dipengaruhi oleh musim. Penyediaan pakan berupa ikan rucah masih terbatas dan penyediaannya bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia
3).    Pengenalan kepada petani ikan dan nelayan yang mungkin saja masih dihadapkan pada kendala-kendala social budidaya karena sudah terpaku anggapan bahwa laut adalah tangkap menangkap bukan tempat budidaya

Teknik Budidaya Dengan Keramba Jaring Apung
Teknik Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung oleh Dr. Taufi Akhmad, Dr. Akhmad Rukyani dan Ir. Artaty Wijono, mengutarakan antara lain:
-       Lingkungan bagi kegiatan budidaya laut harus dipilih dengan memperhatikan fakor kondisi fisik dan biologis;
-       kondisi lingkungan fisik dibagi dalam 3 kategori:
·         Kategori 1 : suhu air, salinitas, pencemaran (kondisi daratan penyangganya-hinterland), padatan terlarut, perkembangan algae organisme penyakir, pergantian kulit.
·         Kategori 2 : arus (4-8 meter/menit), pasang surut (pasut) da gelombang (kurang dari 2 meter), kedalaman (lebih dari 5 meter dengan kecerahan lebih dari 3 meter), substrat, naungan dan biofouling (terhindar dari umbalan - up welling dan badai).
·         Kategori 3 : aspek legal, aksesibiliras, keamanan, kedekatan dengan pasar.
-       kondisi biologi: jenis ikan, ketersediaan benih, pakan, gangguan hama dan penyakit;
-       masalah utama budidaya laut adalah kekurangan benih, khususnya kesulitan untuk memperoleh induk;
-       produksi benih komersial yang ada: bandeng, kakap putih, nila merah;
-       produksi skala lab : kerapu jenis macan, lumpur, sunu, rikus;
-       sedang diteliti upaya pembenihan: kerapu alis, kuwe, kakap merah dan lobster;
-       waktu pembenihan di hatchery  sampai pendederan (10 g) membutuhkan waktu 3-4 bulan;
-       waktu pendederan sampai siap tebar (100 g) membutuhkan 3-5 bulan;
-       waktu pembesaran di dalam KJA sampai ukuran komersial (800-1000 g) antara 5-7 bulan;
-       konstruksi KJA tergantung pada kondisi lingkungan, sifat dan biaya keterampilan, dan jenis ikan yang akan dipelihara: silindris untuk bandeng dan kuwe, perenang cepat; banyak sudut untuk kerapu, cenderung bersembunyi; segi empat untuk beronang, kakap putih, kakap merah, lobster;
-       dikenal ada 3 jenis pakan:
·         ikan rucah segar umuk kerapu sunu, tikus dan macan, serta ikan lainnya kecuali bandeng dan beronang ;
·         pelet basah - ikan rucah yang diramu dengan bahan pengikat, vitamin, mineral dan protein tambahan ;
·         pelet kering untuk beronang dan kerapu alis
-       pemilihan dan pemberian pakan perlu dilakukan dengan hati-hati dan efisien karena dapat menimbulkan pencemaran;
-       penurunan mutu lingkungan dapat merangsang pertllmbuhan berbagai patogen yang menyebabkan kematian total ;
-       penggunaan teknologi yang modern dan imensif dapat mengurangi dampak pencemaran;
-       penyakit yang sering ditemui: penyakit parasitik, bakterial dan viral, serta gangguan nutrisi dan lingkungan;

 Pakan Untuk Budidaya Jaring Apung
Pakan untuk Budidaya Keramba Jaring Apung oleh Dr. I Putu Kompiang, menuliskan:
-        pertumbuhan ikan di dalam KJA sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas pakannya;
-        kualitas pakan adalah komposisi kandungan nutrisinya yang sesuai dengan stadia/umur ikan, dimana ratio protein, enersi, mineral dan vitamin seimbang dengan kebutuhan ikan ;
-        kuantitas pakan adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ikan, bukan jumlah yang diberikan. Kuantitas ini tergantung pada bentuk fisik, ukuran, keambaan, daya tarik dsb ;
-        pola makan dari ikan (feeding behaviour) sangat penting untuK diketahui sebelum dapat ditentukan jenis pakan yang sesuai ;
-        mengingat masih langkanya informasi mengenai kebutuhan nutrisi dan pola makan dari berbagai ikan laut yang dapat dibudidayakan di dalam KJA ;
-        pakan alami berupa ikan rucah dapat membawa penyakit ketersediaannya berfluktuasi dan sukar disimpan dalam jumlah banyak dan lama, harganya tidak stabil-tergantung persediaan dan musim, pemanfaatan bahan pakan tidak ekonomis ;
-        pakan buatan yang aman atau sudah cukup dikuasai adalah untuk beronang yang herbivora, mujair merah ;

Pengelolaan Dan Perawatan Keramba Jaring Apung (KJA)
Pengawasan dan perawatan rutin setiap hari merupakan faktor keberhasilan dari upaya pembesaran ikan dengan KJA. Pengotoran jaring (kurungan) baik yang disebabkan oleh sampah, pelumpuran maupun jasad pengganggu yang menempel pada jaring akan menjadi penyebab turunnya derajat pergantian air dalam kurungan.
Terhambatnya pertukaran massa air didalam kurungan akan membawa akibat menurunnya mutu air (low oxygen) yang dapat menyebabkan timbulnya stress pada ikan peliharaan yang pada gilirannya akan mudah terserang penyakit.
Pergantian kerusakan jaring juga dapat diakibatkan organisme pengganggu (teritip) mallpun biota laut seperti kepiting, ikan buntal hingga hewan air yang ingin memangsa ikan didalam kurungan.
Pergantian dan pembersihan secara berkala akan menjamin keamanan ikan peliharaan, karena kualitas air yang selalu optimal dan kondisi jaring yang kuat terpelihara. Pergantian sebaiknya setiap 1-2 bulan dan kemudian dibersihkan dengan semprotan air dengan tekanan tinggi.
Faktor keamanan unit KJA beserta ikannya merupakan hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sejak awal usaha, dan setiap kegiatan perlu dicatat. Catatan yang lengkap dan baik akan merupakan dokumen berharga untuk mengevaluasi dan melacak suatu kegagalan.

Keramba Jaring Apung Modern
Dapat kita temukan KJA modem berbahan Polyethylene (PE). Bahan ini dipilih karena sifatnya yang tahan Utraviolet (UV) sehingga tahan lama dan tingkat daur ulangnya yang tinggi. Menurut laporan Reuters yang dimuat di KOMPAS 4 Maret 2009, High Density Polyethylene (HDPE) merupakan bahan yang paling didaur wang dari seluruh jenis bahan hasil olahan Polyolefin.
Masih belum banyak KJA berbahan PE di Indonesia Ini dikarenakan oleh:
-       Harga yang mahal karena besamya KJA
-       Biaya transportasi yang tinggi karena besamya volume KJA
-       Pemasangan yang lama dan rumit karena membutuhkan aIaf dan teknisi khusus
-       Biaya merangkai yang tinggi karena arus menyewa alat dan membayar teknisi terampil untuk merangkainya

Ø  Keramba jaring apung Aqua Tech
Untuk mengatasi permasalahan diatas, dibuatlah KJA dengan metode bongkar pasang (knockdown). KJA AquaTech terbuat dari 2 (dua) komponen utama, yaitu pipa SSP dan Kubus Serba Guna (KSG).
Komponen utama dari KTS adalah pipa HDPE untuk air minum yang oleh produsen pipa diclaim bertahan 50 tahun dalam tekanan 5 bar. Pipa yang kami gunakan adalah pipa berketebalan dinding pipa dari 10 s/d 14 mm yang sudah anti UV.

Ujung pipa dipasang baut stainless steel (SS) dengan metode SSP yang telah mendapatkan paten, pipa tersebut selanjutnya disebut Pipa SSP.


Komponen penting kedua dalam KTS adalah KSG (hak paten) yaitu sebuah alat penghubung pipa berbentuk kubus. Beberapa Pipa, SSP dapat digabungkan menggunakan alat ini. KSG bias menghubungkan sampai dengan 4 Pipa SSP dari ke 4 sisi dengan mengencangkan mur.







Ø  Sistem pengikatan jaring ikan yang unik dari KTS
PipaHDPE ǿ75mm masuk melalui lubang di KSG kedalam air sedalam kurang lebih 150cm, diikatkan dengan tali ke jaring bagian tengah, sedangkan pemberat diikat ke ujung bawah pipa, ujung jaring lantas diikatkan ke tali pemberat sehingga tidak membebani jaring. Bila terjadi arus cukup kencang, maka jaring tidak akan mengalami perubahan volume/bentuk yang berarti, sehingga ikan dalam jaring tidak terganggu. Pipa pengikat jaring dapat dinaik turunkan untuk memudahkan penggantian jaring.

kecuali kemudahan tersebut diatas, KTS juga menyajikan alat kaitan Net yang otomatis terkunci bila tali dari Net dimasukan (option). Sebuah komponen yang unik yang telah kami patenkan, alat tersebut mengirit waktu pemasangan/penggantian jaring.

Ø  Keunggulan KJA AquaTech
Berbagai keunggulan dalam KJA bersystem KTS:
1.      KTS dapat dlpasang/dibongkar kembali oleh siapa pun yang memiliki keterampilan teknis standar, pemasangan/pembongkaran bisa dilakukan di darat bahkan dipermukaan laut dengan hanya mengandalkan peralatan sederhana seperti kunci pas.
2.      KTS bisa di ekspansi kapan saja sesuai perkembangan usaha dengan membeli beberapa komponen tanpa harus membeli seluruh KTS lengkap
3.      Memiliki ketahanan sampai dengan 15 tahun
4.      Kuat, fleksibel, sehingga lebih bisa bertahan dalam cuaca buruk
5.      Menggunakan bahan baku ramah lingkungan (HDPE) dan Stainless steel
6.      Menggunakan pipa HDPE berstandar air minum, dengan ketebelan dinding 10 s/d 14mm
7.      Komponen KTS adalah bagian-bagian yang siap pasang sehingga deliverynya sangat cepat
8.      Kecepatan pemasangan di lapangan berkat pipa SSP dan KSG
9.      System KTS bisa menerima order berikut jaring ikan, juga penutup jaring ikan
10.  Memiliki mekanisme pipa pengikatan jaring yang unik sehingga lebih tahan arus
11.  KTS sudah dilengkapi track untuk pembudidaya berjalan diatasnya
12.  KTS sudah berikut perangkat kaitan Net yang diperlukan
13.  Irit biaya pemasangan berkat system knockdown yang sangat simpel
14.  Kualitas tinggi dengan ketahanan yang luar biasa namun harga ekonomis





Gambar Keramba Jaring Apung RenovaSea

Salah satu potensi kekayaan yang belum tergarap dengan baik adalah sector budidaya perikanan karena masih menggunakan meode tradisional. Metode tradisional ini masih menggunakan cara-cara yang mengakibatkan biaya yang tinggi, baik bagi sipembudidaya maupun terhadap lingkungan, karena penggunaan material yang tidak tahan terhadap tantangan alam yang sangat ganas dan bahan-bahan yang sangat merusak lingkungan.
Penggunaan material seperti bambu, kayu, plastic yang tidak dapat didaur ulang, besi-besi dan jala dari bahan nylon yang mudah rusak, membutuhkan biaya perawatan yang tinggi dan berumur sangat singkat sehingga harus dibikin kembali dan menyisakan sampah yang merusak sumberdaya alam. Dibutuhkan suatu solusi yang tepat guna dan tidak membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk permasalahan budidaya perikanan tersebut. Suatu solusi yang juga dapat memudahkan para pembudidaya, mengembangkan usaha dan mata pencaharian bagi masyarakkat pesisir pantai.
Penggunaan HDPE (High Density Polyethylene) sebagai bahan baku utama dari produk ini menjamin bahwa komponen-komponen produk Renovasea merupakan komponen yang ramah lingkungan. Bahan ramah lingkungan tersebut di desain dan direkayasa dengan menggunakan teknologi tinggi terkini serta diproduksi dengan fasilitas produksi yang modern sehingga memudahkan para pembudidaya dalam hal pelaksanaan pengadaan, pemasangan, pengerjaan, dan pemeliharaannya.
Dengan menimbang beragam aspek dalam kehidupan pembudidaya dan masyarakat pesisir pantai serta lingkungan alam serta ketersediaan infrastruktur di Indonesia, Renovasea diyakini marupakan produk yang paling tepat untuk diterapkan dalam usaha budidaya perikanan di Indonesia.
Dengan adanya Renovasea sebagai produk yang sepenuhnya merupakan hasil anak bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa Indonesia tidak ketinggalan dalam riset yang mendalam, penguasaan teknologi ramah lingkungan yang tinggi, dan produktivitas kerja yang baik.
  
Kesimpulan
Kegiatan budidaya merupakan kegiatan perikanan yang bersifat dapat memilih tempat yang sesuai dan memilih metode yang tepat serta komoditas yang diperlukan, sehingga dengan sifatnya yang luwes ini maka pendistribusian produk dapat disesuaikan dengan permintaan yang ada ataupun pemanfaatannya.
Keramba jarring apung merupakan salah satu metoda pemeliharaan ikan dalam kurungan yang terdiri dari 4 pola dasar pemeliharaan, yaitu :
1.      Kurung tuncap
2.      Kurungan terendam
3.      Kurungan lepas dasar
4.      Keramba jaring apung
 Referensi
 Ahmad et al, 1991. Operasional Pembesaran Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung. Balai Penelitiaan Perikanan Budidaya Pantai, Macros.
Anggawati, 1991. Budidaya Laut dengan Keramba Jaring Apung Mini. Penas VII. Pertasi Kencana 13-20 juli, Magelang
Hanafi A. et al. 1990.  Potensi Sumberdaya Perikanan dan Prospek Pengembangan. Laporan Akhir. Balitkandita Macros
Nikijuluw V.P.H, 1992. Tinjauan Ekonomi Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung
Ismael W, Bambang Priono Mubarak. 1994. Penelitian Factor-faktor Yang Berpengaruh Terhdap Tingkat Adopsi Teknologi KJA Mini.
Nontji, A, 1993. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta